Cara Salam Di Akhir Shalat

Salam di akhir shalat adalah perbuatan yang disyariatkan. Kita ketahui bersama bahwa shalat diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


مِفتاحُ الصَّلاةِ: الطُّهورُ، وتحريمُها: التَّكبيرُ، وتحليلُها: التَّسليمُ


“Pembuka shalat adalah thaharah, yang menandai diharamkannya (semua gerakan dan perkataan selain gerakan dan perkataan shalat) shalat adalah takbir, dan yang menghalalkannya adalah salam” (HR. Abu Daud no. 61, At Tirmidzi no. 3, Ibnu Majah no. 275, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).


Dan salam yang diwajibkan dan merupakan rukun shalat adalah salam yang pertama, yaitu salam ke kanan.. An Nawawi rahimahullah mengatakan:


وأجمَع العلماء الذين يُعتدُّ بهم على أنَّه لا يجب إلَّا تسليمةٌ واحدة


“Para ulama yang diakui pendapatnya telah ijma bahwa salam dalam shalat tidak wajib kecuali satu saja” (Syarah Shahih Muslim, 5/83).


Baca Juga: Tata Cara Shalat Orang Yang Sakit


Hukum Salam Yang Kedua

Ulama khilaf mengenai hukum salam yang kedua menjadi dua pendapat:


Pendapat pertama: hukumnya sunnah. Ini adalah pendapat jumhur ulama bahkan dinukil ijma dari sebagian ulama, sebagaimana nukilan dari An Nawawi di atas. Ijma juga dinukil oleh Ibnu Abdil Barr, Al Qurthubi, Ath Thahawi dan Ibnu Rajab.


Diantara dalilnya, hadits dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:


كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا أوتَرَ بتسعِ ركعاتٍ لم يقعُدْ إلَّا في الثامنةِ، فيحمَدُ اللهَ ويذكُرُه ويدعو ثم ينهَضُ ولا يُسلِّمُ، ثم يُصلِّي التاسعةَ، فيجلِسُ فيذكُرُ اللهَ عزَّ وجلَّ ويدعو ويسلِّمُ تسليمةً يُسمِعُنا، ثم يُصلِّي ركعتينِ وهو جالسٌ، فلمَّا كبِرَ وضعُفَ أوتَرَ بسبعِ ركعاتٍ لا يقعُدُ إلَّا في السادسةِ، ثم ينهَضُ ولا يُسلِّمُ ثم يُصلِّي السابعةَ، ثم يُسلِّمُ تسليمةً، ثم يُصلِّي ركعتينِ وهو جالسٌ، ثم يُسلِّمُ تسليمةً واحدةً: السَّلامُ عليكم، يرفَعُ بها صوتَه حتَّى يوقِظَنا


“Pernah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam shalat witir 9 rakaat, beliau tidak duduk (tasyahud) kecuali pada rakaat ke 8, beliau memuji Allah dan berdzikir serta berdoa, lalu bangun tanpa salam. Kemudian lanjut rakaat ke 9, kemudian duduk (tasyahud) dan berdzikir kepada Allah ‘azza wa jalla dan berdoa kemudian salam dengan satu salam yang diperdengarkan kepada kami. Ketika beliau tua dan melemah, beliau shalat witir 7 rakaat, beliau tidak duduk (tasyahud) kecuali pada rakaat ke 6, lalu bangun tanpa salam. Kemudian lanjut rakaat ke 7, kemudian salam dengan satu salam. Kemudian beliau shalat lagi 2 rakaat dalam keadaan duduk, kemudian salam dengan satu salam, mengucapkan: assalamu’alaikum. Beliau mengeraskan suaranya hingga membangunkanku” (HR. An Nasai 3/240, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasai).


Baca Juga: Hukum Salam-Salaman Setelah Shalat


Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam disebutkan pernah salam hanya sekali, menunjukkan bahwa salam yang kedua tidak wajib.


Pendapat ini juga merupakan pendapat jumhur sahabat Nabi dan generasi salaf. Dari Nafi’, ia berkata tentang Ibnu Umar radhiallahu’anhu:


أنه كان يسلم عن يمينه واحدة


“Ibnu Umar pernah salam ke kanan hanya sekali saja” (HR. Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf, 2/222. Sanadnya shahih).


Juga terdapat riwayat dari Aisyah, Ali bin Abi Thalib, Salamah bin Al Akwa’, Anas bin Malik radhiallahu’anhum bahwa mereka juga pernah salam hanya sekali.


Pendapat kedua: hukumnya wajib. Ini pendapat Hanabilah. Dalil mereka adalah hadits dari Jabir bin Samurah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


إنَّما يكفي أحدَكم أنْ يضَعَ يدَه على فخِذِه، ثم يُسلِّمَ على أخيه مِن على يمينِه وشِمالِه


“Sesungguhnya cukup bagi kalian untuk meletakkan tangannya di atas pahanya kemudian salam kepada saudaranya ke kanan dan kirinya” (HR. Muslim no. 431).


Baca Juga: Fikih Shalat Dhuha


Dalam hadits ini digunakan kata-kata يكفي (cukup) yang mengisyaratkan bahwa salam baru cukup jika ke kanan dan ke kiri.


Wallahu a’lam, pendapat jumhur ulama lebih rajih dalam hal ini, mengingat banyaknya nukilan ijma dan riwayat dari para salaf. Adapun pendalilan dari hadits Jabir bin Samurah adalah pendalilan yang tidak sharih.


Cara Melakukan Salam

Salam dilakukan dengan menoleh ke kanan hingga pipi terlihat dari belakang kemudian menoleh ke kiri hingga pipi terlihat dari belakang, sambil mengucapkan salam. Sebagaimana hadits dari Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu:


أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان يُسلِّمُ عن يمينِه وعن يسارِه: السَّلامُ عليكم ورحمةُ اللهِ، السَّلامُ عليكم ورحمةُ اللهِ حتَّى يُرَى بَياضُ خَدِّه


“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya salam ke kanan dan ke kirinya dengan ucapan: as salaamu ‘alaikum warahmatullah (ke kanan), as salaamu ‘alaikum warahmatullah (ke kiri), hingga terlihat putihnya pipi beliau” (HR. Abu Daud no. 996, Ibnu Majah no. 914, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).


Juga dalam hadits dari Amir bin Sa’ad radhiallahu’anhu:


كنتُ أرى رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يُسلِّمُ عن يمينِه، وعن يسارِه، حتَّى أرى بَياضَ خَدِّه


“Aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam salam ke kanan dan ke kiri, hingga aku melihat putihnya pipi beliau” (HR. Muslim no. 582).


Baca Juga: Tata Cara Sujud Dalam Shalat


Bacaan Salam

Bacaan salam yang shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ada beberapa macam:


Pertama: assalamu’alaikum


Sebagaimana dalam hadits Aisyah radhiallahu’anha di atas.


Kedua: assalamu’alaikum warahmatullah


Sebagaimana hadits Ibnu Mas’ud di atas. Juga dalam riwayat dari Ibnu Umar radhiallahu’anhu, ia berkata:


يقول : السلام عليكم ورحمة الله عن يمينه ، السلام عليكم ورحمة الله عن يساره


“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika salam mengucapkan: assalamu’alaikum warahmatullah ke kanan dan assalamu’alaikum warahmatullah ke kiri” (HR. An Nasai no. 1319, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasai).


Ketiga: assalamu’alaikum warahmatullah ke kanan dan as salamu’alaikum ke kiri


Sebagaimana riwayat lain dari Ibnu Umar radhiallahu’anhu, dari Wasi’ bin Hibban ia berkata:


قلتُ لابنِ عمرَ : أخبِرني عن صلاةِ رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ كيفَ كانت ؟ قالَ : فذَكرَ التَّكبيرَ – قالَ : – يعني – وذَكرَ السَّلامُ عليكُم ورحمةُ اللَّهِ عن يمينِهِ السَّلامُ عليكم عن يسارِه


“Aku berkata kepada Ibnu Umar: kabarkan kepadaku bagaimana cara shalat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Maka Ibnu Umar menceritakan tentang takbir, lalu beliau menceritakan tentang salam. Beliau menyebutkan bahwa salam Nabi adalah assalamu’alaikum warahmatullah ke kanan dan assalamu’alaikum ke kiri” (HR. An Nasai no. 1320, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasai).


Adapun ucapan salam dengan tambahan “wa barakatuhu” adalah riwayat yang syadz. Syaikh Abdul Aziz Ath Tharifi mengatakan:


و أما زيادة وبركاته فلا أصل له. جاء في نسخة عند أبي داود, و يظهر أنها من بعض النساخ, وليست في الرواية أصلا, و إن كانت في الرواية فهي شاذة


“Adapun tambahan wa barakatuhu maka tidak ada asalnya. Ini ada dalam naskahnya Abu Daud dan nampaknya tambahan ini terselipkan dari naskah yang lain bukan dari riwayat tersebut. Andaipun tambahan ini ada dalam riwayat tersebut (di naskahnya Abu Daud) maka ini tambahan yang syadz” (Sifatu Shalatin Nabi, 147).


Baca Juga:


Jangan Sembarang Maju Menjadi Imam Shalat

Cara Duduk Di Antara Dua Sujud Dalam Salat

Semoga ulasan yang sedikit ini bisa bermanfaat. Wabillahi at taufiq was sadaad.


Penulis: Yulian Purnama


Artikel: Muslim.or.id




Baca selengkapnya https://muslim.or.id/44785-cara-salam-di-akhir-shalat.html

I BUILT MY SITE FOR FREE USING